Isi Blog ini

terdiri dari banyak tulisan; antara tulisan 'ilmiah', artikel buletin, opini, puisi, komentar film (biasa diberikan kode "RF"), lirik lagu, beberapa kutipan, atau apapun saja yang dinilai baik untuk dibagikan sebagai pengalaman bersama..

Selamat menikmati.

Tamu

Rekanan Situs

Rekanan Situs
Klik Gambar di Atas untuk berkunjung ke Pasar Grosir Tas; Drawstring, Tote, Sling, etc. Tas kanvas, tas blacu, tas furing, dll.
Ayiko Musashi. Diberdayakan oleh Blogger.

Kunjungi Juga

Kunjungi Juga

Welcome to

Welcome to

Terjemah

Artikel Pop

Menuju Ke

Kamis, 15 Maret 2012

Salah




Al-Qur’an itu kitab suci yang unik. Isinya, ketika berkisah tentang nabi-nabi, tidak hanya bercerita sisi baiknya saja. Misalnya soal kesabaran dan ketabahan, kesadaran syukur, kondisi selalu mengingat Allah, kepandaian atau semisalnya. Tapi juga menyebutkan momen-momen ketika mereka, para nabi itu, tergelincir melakukan salah.

Kesalahan itu tidak melulu soal dosa kok. Salah, khilaf, khatha’, itu semacam proses pembelajaran hidup. Maka kita sama-sama mendengar bagaimana nabi dan mbah dari ras manusia, Adam, melakukan kesalahan pertama dalam sejarah manusia dengan memakan buah—yang kata setan adalah—pohon keabadian (khuldi). Konsekuensinya, beliau beserta istri, Siti Hawa, dilengserkan dari surga ke dunia. Berdua mereka kemudian menyadari salah seraya mengucap doa:: rabbanaa dzalamnaa anfusanaa wa illam taghfir lanaa wa tarhamnaa lanakuunanna minal khaasiriin.

Nabi Musa juga pernah salah. Beliau ini adalah nabi yang paling “rock n roll”! Bagaimana tidak? jika beliau ini nekad meminta untuk bertemu Tuhan face to face. Padahal beliau sudah diperingatkan Allah: “Engkau tidak akan sanggup menatapku, wahai Musa.” “Ah! Bisa! Pokoknya bisa!” begitu kira-kira paksa nabi Musa. 

Allah pun akhirnya mengiyakan apa yang dimaui Musa. Maka ditentukanlah tempat ketemuan antara Allah dan Musa di sebuah gunung. Begitu tiba disana, Allah mulai ber-tajalli. Baru saja Allah mau hadir (menampakkan sedikit cahayaNya), Musa sudah terkapar pingsan tak berdaya menahan pesona yang sedemikian tak terdefinisikan. Dasar Musa! Maka setelah siuman, beliau mengucap doa: subhaanaka tubtu ilaika wa ana awwalul mu’minin.

Berbeda lagi dengan kisah nabi Daud. Beliau ini nabi sekaligus raja yang istrinya berjumlah 99 orang. Nah, sudah banyak seperti itu, beliau ini masih meminta kepada salah seorang rakyatnya menceraikan istrinya untuk kemudian dinikahi oleh Daud sendiri—supaya genap beristri 100 orang. Hal ini kemudian ditegur oleh Allah dengan mengirimkan dua malaikat yang menyamar sebagai rakyat nabi Daud yang sedang bertengkar dan mengadukan persoalan mereka agar diselesaikan oleh sang nabi.

“Apa masalah kalian?” tanya Daud. “Ini lho, wahai raja. Saudara saya ini sudah punya kambing 99 ekor, sedang saya  cuma punya seekor. Lha kok sekarang dia minta kambing saya yang cuma seekor itu untuk menggenapi jumlah kambingnya (menjadi 100 ekor)” Daud langsung terhenyak menyadari kesalahannya (serakah), karena Daud yakin bahwa dua orang itu pasti bukan rakyat biasa. Mereka ini mestinya utusan yang ditugaskan untuk menegur Daud. Maka beliau langsung beristighfar dan jatuh tersungkur bersujud seketika itu juga. Fastaghfara rabbahu wa kharra raakian wa anaab, kenang al-Qur’an.

Ah, nabi Yunus tidak ketinggalan. Beliau ini marah-marah dan mutung karena merasa sudah cukup lama berdakwah, tapi tidak ada yang mau mendengar seruannya. Akhirnya, beliau pergi bersama sebuah kapal nelayan. “Prek dengan umat!”, mungkin begitu ungkap kesal beliau. E, tanpa dinyana, di tengah perjalanan mengarungi samudera, datang badai hebat. Perahu terombang-ambing, dan para awak kapal memutuskan untuk mengundi salah seorang yang harus rela terjun ke laut agar keseimbangan perahu bisa terjaga dan sisa awak kapal lainnya dapat tetap selamat.

Apesnya nabi Yunus, karena beliau yang kedapatan harus melompat ke laut. Sudah kesal dengan umat, e.. sekarang malah disuruh terjun ke laut. Tamatlah sudah. Dan memang demikian. Ketika mengapung di tengah laut, beliau langsung ditelan ikan besar—mungkin paus. Yunus terperankap di perut ikan raksasa itu. Di dalam kegelapan Yunus menyadari salahnya (putus asa/ ngambek), kemudian mengadu kepada Allah dalam doa: laa ilaaha illa anta, subhaanaka inni kuntu minadz dzaalimiin.

Demikianlah beberapa manusia kaliber nabi yang juga nyatanya masih manusia biasa. Pernah salah tapi bersedia secepatnya merevisi kesalahan itu sendiri. Nabi lainnya seperti Ibrahimpun pernah salah. Nabi Nuh. Bahkan juga nabi junjungan kita Muhammad saw, yang penegurannya diabadikan dalam surat Abasa.

Pendeknya, dalam hidup, setiap manusia niscaya melakukan salah. Dan salah itu tidak masalah. Sebab kita akhirnya akan belajar menganalisa, mengoreksi, dan merevisi. Dengan demikian, salah itu perlu. Dan di hari raya ini saya berdoa: semoga semua salah yang pernah saya lakukan menjadi salah yang barokah. Salah yang hasanah. Salah yang mendorong-dorong saya mendekati cakrawala kebenaran. Amin. Ied Mubarok!




Ayiko Musashi,
Klaten, 13 September 2010







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Text Widget

Text Widget