Tidur itu ada ilmunya. Ada ilmu soal bagaimana agar nyenyak
dan berkualitas. Ada ilmu soal apa dan bagaimana solusi insomnia. Dalam ilmu
fauna, ada jenis-jenis hewan yang digolongkan nocturnal (tidurnya siang,
malamnya beraktifitas). Ada lucid dream, istilah untuk orang yang ketika
bermimpi masih memiliki kesadaran bahwa ia sedang bermimpi. Ada istilah REM
atau Rapid Eye Movement. Ada juga cabang ilmu bernama psikoanalisa yang studi
mayornya adalah membongkar alam bawah sadar melalui—salah satunya—ya mimpi ini.
Bahkan tidak tanggung-tanggung, melalui tidur pula para Nabi
menerima wahyu. Nabi Ibrahim diperintah mengurbankan Ismail, melalui mimpi. Beberapa
wahyu untuk nabi Muhammad juga disampaikan melalui mimpi. Sampai kepada nabi
Yusuf, yang terkenal sebagai manusia paling ganteng. Beliau dipilih sebagai
nabi melalui isyarat mimpi 11 bintang, matahari, dan bulan bersujud kepada
beliau. Beliau ini jago menafsirkan mimpi. Al-Qur’annya menyebut ilmu tafsir
mimpi ini sebagai Ta’wil al-Ahadits. Silahkan merujuk pada surat Yusuf untuk
lebih detailnya.
Al-Qur’an kemudian memiliki dua kosa kata untuk mimpi. Yang pertama
adalah ra’yu beserta derivasinya. Ini berarti mimpi yang ada alurnya,
jelas, memiliki makna, dan mengandung pesan tertentu. Penurunan wahyu dari
Allah biasanya menggunakan jenis ini. Konsistensinya sangat tinngi. Bisa diamati
saat menyebut mimpi nabi Ibrahim dalam surat as-Shaffat: 101-111, atau dalam
kisah nabi Yusuf di surat Yusuf: 4-6. Semuanya memakai istilah derivasi kata ra’yu.
Sampai di sini, kita bisa cross kepada
pernyataan nabi Muhammad, bahwa sisa-sisa
nubuwah itu masih berlangsung hingga zaman kita ini. Salah satunya ya melalui
mimpi yang jelas ini.
Kosa kata kedua adalah hilm. Ini untuk mimpi-mimpi
biasa, yang tidak dijamin asal dan kebenarannya. Bisa jadi punya makna, bisa
jadi asal, bahkan bisa jadi juga mimpi buruk. Nah, ini yang menarik dari visi
seorang nabi Muhammad. Beliau ini paham sekali psikologi!!
Kata beliau, kalau ada salah satu yang mimpi buruk, maka begitu
bangun, jangan cuma terengah-engah dan berpikir ngelantur, tapi langsung baca
doa isti’adzah, meminta perlindungan kepada Allah, lalu meludah (boleh dengan
ludah beneran atau angin saja) ke kiri dan ke kanan. Ini adalah jurus kombinasi
yang keren. Jurus isti’adzah, untuk kembali menata kosmos kesadaran
bahwa tak ada hal buruk yang bisa berlangsung tanpa seizin Allah. Kemudian disusul
jurus simbolik, yakni meludah. Seakan tindakan itu bicara: “Mimpi buruk yang
tertelan, kuludahkan kembali. Juh! Juh! Juh! Tak kutelan, dan aku baik-baik
saja adanya!”
***
Kembali ke soal tidur. Pada awal masa pewahyuan, nabi
Muhammad sempat dipanggil dengan dua sebutan, yang keduanya terkait soal tidur.
Pertama, Ya ayyuhal Muzzammil. Wahai orang yang berselimut. Kemudian
yang kedua, Ya ayyuhal Muddztstsir. Wahai orang yang berkemul. Sebagai
informasi tambahan, dua sebutan ini adalah dua diantara 201 nama nabi Muhammad
saw yang lain.
Dua panggilan itu kemudian diikuti dengan perintah “Qum!”.”Ayo
bangun!”. “Ayo tahajjud!” (seperti yang dilansir dalam surat al-Isra’: 79). Mesti
ada rahasia dari momentum tengah malam ini, sehingga Allah perlu membangunkan nabi-Nya
yang sedang hangat berselimut-berkemul. Indikasi ini dieksplisitkan oleh
al-Qur’an: inna naasyi’atal laili hiya asyaddu wath’a wa aqwamu qiila, (surat
al-Muzzammil ayat 6). Jika dicermati, paradigma ini pararel dengan format adzan
subuh yang berbeda dari empat waktu adzan lainnya. Ada frase tambahan setelah hayya
ala al-falah, yakni: ash-sholatu khairum minan naum. Shalat itu
lebih baik daripada tidur. Diulang dua kali. Seakan dikuatkan, bahwa shalat itu
sungguh lebih baik daripada tidur.
Imam al-Ghazali pernah berkata: an-naumu syibhul maut. Tidur
itu serupa mati. Yang banyak tidur berarti seperti memperbanyak durasi kematian
di dalam hidupnya. Tidur itu adalah mati kecil, kata yang lain. Itulah kiranya
mengapa dalam Ayat Kursi, setelah mendeskripsikan Allahu laa ilaha illa
huwa. Allah, tiada tuhan selain Ia. Al-Hayyu al-Qayyyum. Dzat yang
Maha Hidup Kekal dan Maha Mengurus makhluknya terus-menerus. Lalu, sifat hidup
ini disusul dengan deskripsi. La ta’khudzuhu sinatun wa laa naumun. Tidak
mengantuk dan tidak tidur. Jadi, sifat hidupnya Allah itu benar-benar hidup. Hidup
total! Sempurna. Tanpa terkurangi ngantuk dan tidur. Untuk mengurus makhluk-Nya.
Wallahu a’lam. Masih sangat banyak ilmu soal tidur
ini. Kita belum mengungkap apa rahasia tidurnya
nabi Uzair yang durasinya 100 tahun, atau tidurnya Ashabul Kahfi yang 309 tahun,
hingga tidurnya tokoh pewayangan yang bernama Kumbokarno. Semoga esok bersua
kembali.
Ayiko Musashi,
Tebuireng, 13 Februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar