A. Urgensi Serta Pengertian Tashif & Tahrif
Ini adalah
cabang Ulum al-Hadis yang sangat penting untuk mengungkap kesalahan-kesalahan di
dalam proses periwayatan sebuah hadis, apakah itu menyangkut sanad maupun
matannya. Mekanisme kerjanya hampir seperti pekerjaan seorang editor atau proof-reader
di dalam sebuah penerbitan buku.
Banyak buku yang
berbahasa Indonesia memberikan keterangan yang serupa mengenai disiplin ilmu
ini. Umumnya hanya disampaikan secara singkat saja jika dibandingkan dengan
kajian Ulum al-Hadis yang serupa, seperti Ilmu Jarh wat Ta’dil, Ilmu Mukhtalaf
al-Hadis. Salah satu definisi yang seirng muncul adalah menjelaskan Ilmu tashif
dan tahrif sebagai:
علم يُعرفُ به مَا
صُحِّفَ من الاحاديث وما حُرِّف منها
“Ilmu
yang menerangkan hadis-hadis yang sudah diubah titiknya (mushahhaf),
dan
bentuknya (muharraf)”
Mahmud
at-Thahhan dalam buku Taisir Musthalah Hadits—ketika membahas bab “al-Mardud
bi Sababi Tha’ni fi ar-Rawi—menyebutkan hadis Mushahhaf. Beliau
menjelaskan, secara bahasa, “Musahhaf” adalah isim maf’ul dari “at-Tashif”,
yakni kesalahan dalam lembaran. (al-khatha’ fi as-Shahifah); dan dari
kata tersebut muncul istilah “As-Shuhafi” yakni orang yang salah dalam membaca
(tulisan di suatu) lembaran, sehingga sebagian makna tulisan tersebut berubah
karena kesalahan dalam membacanya tadi. Secara istilah, tashif berarti berubahnya
suatu kalimat—baik lafal atau maknanya—di dalam suatu hadis menjadi sesuatu
yang berbeda dari apa yang telah diriwayatkan perawi yang tsiqah.[1]
Dalam buku Ushul
al-Hadits, Ajjaj Khathib mendefinisikan ilmu Tashif sebagai:
ما وقع فيه التغير
فى اللفظ أو المعنى
dan satu
definisi lagi yang lebih spesifik, yakni
.[2]تغير حرف أو حروف بتغير
النطق مع بقاء صورة الخط. Contoh Tashif dalam penulisan
nama: yang semestinya ((عبدالله)) ditulis ((عبيد الله)), atau ((أبي زياد)) ditulis[3]((أبي زيد))Seperti
juga lafal ((العذل)) menjadi ((العدل)). Ada perubahan huruf dalam bentuk khathth yang sama.[4]
Imam as-Sakhawi
memberikan definisi yang lebih bisa mencakup banyak perbedaan definisi mengenai
tashif yang sudah diajukan oleh para ulama. Ia mengatakan bahwa yang
disebut tashif itu adalah تحويل الكلمة عن الهيئة المتعارفة إلى غيرها,
perubahan suatu makna kalimat kepada makna selainnya. Definisi-definisi
yang lain lebih variatif dan sangat mendetail dalam mendefinisikan tashif,
dan berikut ini adalah macam-macam yang penulis kutipkan langsung dari
sumbernya:
1. تغيير في
حروف الكلمة مما تختلف فيه صورة الخط : مثاله :
قال الشافعي : " صحف مالك في عمر
بن عثمان وإنما هو عمرو بن عثمان ، وفي جابر بن عتيك وإنما هو جبر
بن عتيك ، وفي عبد العزيز بن قرير وإنما هو عبد الملك بن قريب وقال
أحمد : " صحف شعبة ( مالك بن عرفطة ) إنما هو خالد بن علقمة
"
2. تغيير
في نقط أو شكل الكلمة مع بقاء صورة الخط : وهذا أكثر
إطلاق المحدثين .
مثاله : تصحيف ابن معين العوام بن مراجم بالراء والجيم ، إلى مزاحم بالزاي والحاء .
"تدريب الراوي" (2/648)
مثاله : تصحيف ابن معين العوام بن مراجم بالراء والجيم ، إلى مزاحم بالزاي والحاء .
"تدريب الراوي" (2/648)
3. قلب الاسم : قال الحاكم : " سمعت أبا علي
الحافظ يقول : صحف فيه أبو حنيفة ، لإجماع أصحاب الزهري على روايته عنه عن
الربيع بن سبرة عن أبيه ( وهو إنما قال عن سبرة بن الربيع )
4. إبدال
لفظة مكان أخرى : مثاله :
روى الحاكم حديث المُحرِم الذي وقصته
دابته وفيه قول النبي – صلى الله عليه وسلم – (ولا تخمروا وجهه ، فإنه يبعث
يوم القيامة ملبيا ) ثم قال : " ذكر الوجه تصحيف من الرواة لإجماع الثقات
الأثبات من أصحاب عمرو بن دينار على روايته عنه ( ولا تغطوا رأسه ) وهو
المحفوظ
5. إبدال راو بآخر : مثاله : قال الحاكم : " صحف بقية بن الوليد في ذكر صفية ولم
يتابع عليه ، والحديث عن جويرية " انتهى .
6. تغيير
المعنى . قال العراقي "التبصرة
والتذكرة" (2/300-301) :
"ومن
أمثلة تصحيف المعنى ما ذكره الخطابي عن بعض شيوخه في الحديث أنه لما روى حديث النهي
عن التحليق يوم الجمعة قبل الصلاة قال : ما حلقت رأسي قبل الصلاة منذ أربعين سنة ،
فهم منه تحليق الرؤوس ، وإنما المراد تحليق الناس حلقا " انتهى .[5]
Seperti yang nanti akan dijelaskan lebih lanjut, tashif maupun tahrif ini bisa menimpa pada sanad dan matan hadis. Modelnya bervariasi. Bisa sanadnya saja yang tertimpa, bisa matannya saja, atau bisa juga dua-duanya terjadi tashif dan tahrif. Dengan demikian, maka wilayah kajian yang digeluti studi tashif dan tahrif mencakup sanad dan matan.[6]
B. Ilmu Tashif dan Ilmu Tahrif: Digabung Atau Satu Ilmu
Al-Hafidz Ibnu
Hajar membagi ilmu ini menjadi dua bagian. Ilmu Tashif dan Ilmu Tahrif.
Sedangkan Ibnu Shalah dan parapengikutnya menggabungkan kedua ilmu ini menjadi
satu ilmu. Menurutnya, ilmu ini merupakan satu disiplin ilmu yang bernilai
tinggi, yang dapat membangkitkan semangat para ahli hafalan (huffazh).
Hal ini karena disebabkan, hafalan para ulama terkadang terjadi salah baca dan salah
dengar yang diterimanya dari orang lain.[7] Beberapa
definisi seperti yang digagas oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar lebih memilah bahwa
yang dimaksud tahrif adalah kesalahan yang terkait dengan harakat atau syakl
huruf. Sedangkan tashif lebih terkait dengan urusan pemberian titik.[8] Kedua jenis
ini terjadi dalam kerangka bentuk teks yang sama, tidak berubah (ma’a baqa’I
shurat al-khathth).[9]
Pengertian Tahrif
Untuk memberikan
sebuah pandangan yang lebih luas, penulis jelaskan dahulu mengenai pengertian tahrif.
Hadis yang terdapat tahrif di dalamnya disebut hadis Muharraf, yang
secara bahasa, ia adalah isim maf’ul dari kata at-tahrif , yang artinya
adalah berubahnya sebuah kalimat dari maknanya (yang awal). Istilah tahrif di
dalam al-Qur’an seirngkali dilekatkan kepada umat Yahudi yang mengubah makna
Taurat dengan sesuatu yang lain, maka Allah menyifati perbuatan mereka: يُحَرِّفُوْنَ
الكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ di dalam
surat al-Maidah ayat 13.
Secara istilah, tahirf
adalah sesuatu yang menjadi berbeda (makna atau referennya) karena berubahnya
syakl di dalam suatu kalimat dengan bentuk tulisannya yang tetap sama (ma’a
baqa’i shurat al-khathth). Pengertian ini adalah implikasi pemisahan kajian
tahrif dari kajian tashif seperti yang dilakukan oleh Ibnu Hajar.
Seperti yang Ibnu Shalah pilih, jika keduanya tidak dipisahkan atau berdiri
sendiri, maka kajian tahrif sudah otomatis masuk di dalam kajian tashif,
yakni setiap perubahan yang terjadi dalam satu kalimat, walau tanpa harus mensyaratkan
tetapnya bentuk khathth.[10]
Model pengertian
yang demikianlah yang digunakan oleh al-Askariy di dalam kitab Tashifat
al-Muhadditsin, yakni: إبدال الكلمة
بأخرى، أو تغيير الرواية. Jadi, beliau memandang dua hal
ini saling berkaitan. Ketika beliau mengatakan “disini terjadi tashif”,
maka maknanya adalah “ada yang sudah berubah (bentuknya)” sehingga mengakibatkan
tahrif, yakni perubahan makna.[11]
Dalam pendapat
yang lain, disebutkan bahwa tahrif lebih umum cakupannya daripada tashif,
karena tahrif adalah apa saja yang berubah dari bentuk awalnya; baik itu
karena adanya tambahan di dalam satu kalimat, pengungaran, atau penggantian
sebagian kalimat, seperti yang dinyatakan dalam pernyataan berikut.
والتحريف : هُوَ العدول بالشيء عن جهته
، وحرَّف الكلام تحريفاً عدل بِهِ عن جهته ، وَقَدْ يَكُوْن
بالزيادة فِيْهِ ، أو النقص مِنْهُ ، وَقَدْ
يَكُوْن
بتبديل بعض كلماته ، وَقَدْ يَكُوْن بجعله عَلَى غَيْر المراد مِنْهُ ؛ فالتحريف أعم من التصحيف[12]
C. Sebab Terjadinya Tashif: Musyafah sebagai Metode Belajar
Sebab terjadinya
tashif kebanyakan dikarenakan oleh cara belajar yang hanya mengandalkan materi
teks saja—lebih tepatnya, teks gundul, yang tidak bertitik dan tidak berharakat
padahal yang karakter hurufnya hampir mirip seperti ba’ dengan ta’,
tsa’ atau nun—tanpa bertatap muka dengan guru yang ahli di
bidangnya, atau juga karena faktor lupa [?] (isti’nas).[13] Dalam
sebuah artikel, dikemukakan:
والسبب في وقوع التصحيف والإكثار
مِنْهُ إنما يحصل غالباً للآخذ من الصحف وبطون الكتب ، دون
تلق للحديث عن أستاذ من ذوي الاختصاص[14]
Ibnu Shalah menulis:
ينبغى
للمحدث ألا يروى حديثه بقراءة لَحَّانٍ أو مُصَحِّف ... وأما التصحيف فسبيل
السلامة منه الأخذ من أفواه أهل العلم والضبط فإن من حرم ذلك وكان أخذه وتعلمه من
بطون الكتب كان من شأنه التحريف ولم يفلت من التبديل والتصحيف[15]
Ajjaj Khathib di
dalam buku Ushul al-Hadits, berkenaan dengan masalah tashif ini,
menyinggung masalah metode belajar yang tepat untuk menghindari terhadinya
tashif. Seperti diketahui, tashif terjadi pada seputar i’jam (pemberian
titik) dan syakl (pemberian harakat). Salah satu penyebabnya, menurut
Khathib, adalah karena menjadikan tulisan atau kitab sebagai sumber satu-satunya
mendapatkan ilmu. Cara yang seperti ini “dilarang” oleh banyak ulama, karena
rawan terjadi tashif, salah baca karena persoalan i’jam dan syakl
tadi. Maka dari kondisi demikian, muncullah pernyataan-pernyataan seperti:
لا تأخذوا للقران
من المصحفين, ولا العلم من الصحفيين
Hal yang
dianjurkan, dalam kaitannya dengan periwayatan hadis, adalah berguru kepada
seorang syeikh atau ahli di bidangnya secara talaqqi (tatap muka), dan musyafahah
(saling mempraktikkan bacaan). Metode ini sangat menekankan pada tradisi
lisan, karena mekanismenya banyak melibatkan pengucapan, pendengaran (sima’),
dan hafalan.[16]
Sebuah tulisan di dalam salah satu artikel di sebuat web, menyebutkan
secara lebih rinci mengenai sebab-sebab terjadinya tashif. Ada enam
penyebab, yakni:
- خطأ في قراءة المكتوب، بسبب رداءة الخط، أو غرابته، أو ضعف البصر، أو العجلة في القراءة، أو غير ذلك.
- خطأ في كتابة ما يراد كتابته، سواء كان من حفظ أو كتاب أو إملاء الغير، سواء كان ذلك من سبق القلم كما يقولون، أو من غيره.
- خطأ في التلفظ، وأكثره من باب سبق اللسان.
- خطأ في السمع، أي سمع التلميذ، بسبب بعد الشيخ أو المملي أو ضعف صوته أو ضعف أدائه، أو سرعة كلامه أو مؤثر خارجي أو غير ذلك.
- تغير اللفظة في الكتاب، بعد أن كانت مكتوبة على الصواب، بسبب من الأسباب.
- تغير
اللفظة في الحفظ، بعد أن كانت محفوظة على الصواب، بسبب من الأسباب أيضاً.
Enam penyebab di atas, ada kalanya yang terjadi secara
disengaja, dan daftar sebab terjadinya tashif bisa lebih banyak lagi
jika mempertimbangkan aspek-aspek yang lainnya. Ini adalah salah satu bentuk inventarisasi
penyebab tashif yang sifatnya masih terbuka.[17]
D. Pembagian Tashif
Dengan
menggunakan sistematisasi yang dilakukan Mahmud Thahhan, ada tiga jenis Tashif,
yang di setiap jenis tersebut dikelompokkan dalam satu segi tertentu. Berikut
ini pembagiannya.
1.
Dari segi tempat terjadinya Tashif, maka
fenomena Tashif terbagi menjadi dua
- Tashif dalam sanad. Contoh: hadis Syu’bah dari
الْعوَّام ابن
مُرَاجِم
|
Yahya bin Ma’in melakukan tashif. Yang benar adalah الْعوَّام ابن مُزََاحِمِ.
Jadi, (ز)
diganti dengan (ر), dan (ح) diganti
dengan (ج)
|
حَدِيْث شعبة ، عن العوام بن مراجم، عن أبي عثمان النهدي عن عثمان بن عفان، قَالَ: قَالَ رَسُوْل الله: ((لتؤدنَّ
الحقوق إلى أهلها…الْحَدِيْث))
- Tashif dalam matan. Contoh: Hadis Zaid bin Tsabit
أن النبي صلى الله عليه وسلم
...اِحْتَجَرَ فى
المسجد..
|
Ibnu Lahi’ah melakukan tashif dengan
...اِحْتَجَمََ فى المسجد..
|
2.
Dari segi penyebab terjadinya tashif,
juga terbagi menjadi dua:
- Tashif Bashar. Inilah penyebab yang paling banyak. Modusnya biasanya antara lain karena bentuk tulisan (khathth) yang serupa, atau karena kondisi teks yang sudah sangat buruk, atau karena tidak ada tanda baca (adam an-nuthq). Contoh:
((مَنْ صام رمضان وأتبعه سِتًّا من شوال....))
|
Abu
Bakr as-Shuli melakukan tashif dengan mengatakan ((سِتًّا)) menjadi ((شَيْئًا))
|
((مَنْ صام رمضان وأتبعه شَيْئًا من شوال....))
|
- Tashif as-Sama’. Jenis tashif yang muncul karena buruknya pendengaran atau karena jauhnya jarak sang pendengar dari pusat informasi atau semacamnya, sehingga beberapa kalimat terdengar sama karena terbentuk dari wazan sharf yang satu. Contoh
عن "عاصم
الأحوال"
|
عن "واصل
الأحدب"
|
Kalimat
di kiri telah mengalami tashif as-Sama’, dan modusnya adalah
karena kemiripan wazan sharf di antara kedua kalimat di atas.
|
3.
Dari segi lafal atau makna, juga masih
terbagi menjadi dua.
- Tashif dalam lafadz. Inilah yang paling banyak, seperti yang telah tersebut dalam contoh-contoh di atas.
- Tashif dalam makna.
E. Klasifikasi dan Contoh Kasus dalam Kitab Tashifat al-Muhadditsin
Abu Ahmad
al-Askariy telah menulis sebuah karya besar berjudul Tashifat al-Muhadditsin
yang fokus membahas masalah tashif dan tahrif. Beliau
mencatat beberapa model kesalahan yang masing-masingnya dikelompokkan dalam bab-bab
tersendiri yang sudah dinamai sesuai dengan jenis kesalahan yang terjadi.
Berikut ini adalah daftar model kesalahan tersebut.[18] [sementara
ini penulis tidak mencantumkan contoh dan uraian detailnya terlebih dulu dalam
format draft ini. Kekurangan ini akan dilengkapi pada saat presentasi mendatang]
·
و مما يغلط فى ضبطه
|
·
ومما يشكل
|
|
·
ومما فيه وجهان
|
·
و مما يروى على وجهين
|
|
·
ومما يشكل ويصحف
|
·
ومما يصحف
|
|
·
ومما يصحف و يشكل
|
·
ومما يشكل وله وجوه فى ستعماله
|
|
·
ومما يشكل شديدا
|
·
ومما صحفوه
|
|
·
ومما يشكل كثيرا
|
·
ومما يغلط فيه
|
|
·
و مما ينبغى ضبطه
|
·
ومما وجهان أحدهما أرجح
|
|
·
ومما اختلفوا فيه
|
·
ومما قلبواه وصحفوه
|
|
·
ومن شديد التصحيف
|
·
ومما يغلط فيه من أسماء المواضع
|
|
·
ومن المشكل
|
·
ومن التصحيف
|
|
F. Implikasi Tashif terhadap Integritas Intelektual Seorang Rawi
Apakah kejadian tashif bisa merusak integritas intelektual
perawi (dhabth ar-rawi)? Tema ini jarang sekali didiskusikan. Mahmud
Thahhan menyebutkan dua kemungkinan:
1.
Jika tashif
tersebut frekuensinya sedikit atau bahkan jarang terjadi, maka itu tidak
akan merusak integritas seorang rawi, karena tidak ada seorangpun yang bisa
bebas dari melakukan kesalahan dan sedikit tashif.
2.
Sebaliknya,
jika seorang rawi sering melakukan tashif, maka ini bisa menciderai ke-dhabith-annya,
dan ini menjadi indikasi lemahnya integritas intelektualnya.[19]
G. Apakah Hari Ini Sudah Tidak Ada Lagi Tashif?
Sebuah diskusi
yang menarik di dalam web adalah—seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
salah satu sebab terjadinya tashif adalah karena berguru pada teks saja,
yang teks tersebut gundul dari titik dan harakat. Jika demikian, bagaimana
dengan perkembangan ortografi yang sudah lengkap seperti zaman saat ini, apakah
tashif masih ada? Apakah masih mungkin seseorang menemukan sebuat
kalimat ‘aneh’ (syadzdzah) yang tidak sesuai dengan konteks pembicaraan,
lantas ia membenarkannya? Ataukah kajian ini sudah selesai, karena setiap hadis
yang saat ini ada sudah tidak terdapat lagi tashif dan tahrif?
Jawabannya
adalah, tashif dan tahrif masih mungkin terjadi. Hanya saja
penyebabnya sedikit lebih sempit, yakni karena ketergesaan dalam menulis (bi
sabab al-‘ujlah) dan karena ketidaktahuan (qullat al-ma’rifat) petugas
yang menguasai masalah editing atau ilm at-tahqiq para editor—jika
konteksnya adalah buku yang diterbitkan.
Kasus yang
dicontohkan di dalam diskusi tersebut adalah tashif yang terjadi pada
al-Hafizh Abd al-Haqq al-Isybiliy di dalam kitabnya al-Ahkam al-Wustha,
ketika menyebutkan hadis:
((يمسح المتيمم هكذا ، فبدأ من مقدم رأسه إلى آخره))
Ibn al-Qaththan
memberikan kritik untuk penulisan hadis ini. Dalam kalimat yang bergaris bawah
di atas, bisa jadi yang dimaksudkan adalah kalimat ((اليتيم)), tapi tertulis ((المتيمم)).
Kemungkinan salah tulis itu semakin menguat ketika didapati bahwa hadis
tersebut dican-tumkan di dalam bab tayammum ((التيمم)).[20]
H. Hukum Membenarkan Kasus Hadis yang mengalami Tashif dan Tahrif
Ada perbedaan pendapat
di antara ulama, apabila periwayatan seorang rawi, baik dalam sanad atau matan
hadis, terjadi tashif atau tahrif: apakah boleh dibetulkan (tashih
at-tashif dan dhabth at-tahrif)?[21]
Pendapat pertama:
sebagian ulama berpendapat bahwa pembetulan seperti di atas tidak diperbolehkan.
Jadi, dibiarkan saja sebagaimana adanya dalam tulisan (yang salah) itu. Pada
pendapat ini tidak dijelaskan alasan mengapa tidak diperbolehkan melakukan
pembetulan.
Pendapat
kedua justru membolehkannya, merubah (dalam arti mengoreksi), membetulkan,
serta meriwayatkan versi yang sudah dibetulkan. Ini adalah pendapat yang disandarkan
pada Ibnu al-Mubarak dan al-Auza’iy. Pembetulan atau koreksi (hadis mushahhaf
dan muharraf) di dalam kitab juga dibolehkan oleh sebagian ulama.
Sedikit menengahi
di antara dua pendapat di atas, Imam Nawawi lebih memilih untuk membiarkan saja
kesalahan tersebut sebagaimana aslinya teks yang salah tadi, tapi tetap memberikan
koreksi dan menjelaskan versi yang benar darinya di tempat lain, yakni dalam Hasyiyah
kitab.[22]
I. Referensi Yang Bisa Dirujuk
Beberapa kitab
yang disarankan untuk dirujuk sebagai referensi antara lain: kitab At-Tashif
karya Daruquthniy, kitab Ishlah Khatha’ al-Muhadditsin, karya
Khathabi, dan kitab Tashifat al-Muhadditsin karya Abu Ahmad al-Askariy.[23] Selain
itu, tema tahsif dan tahrif ini juga bisa dicermati dalam
kitab-kitab berikut:[24]
Pengarang
|
Kitab
|
أبي هلال العسكري
|
شرح ما يقع فيه التصحيف والتحريف
|
الصفدي
|
تصحيح التصحيف وتحرير التحريف
|
السيوطي
|
التطريف في التصحيف وه رسالة
|
الإمام الحافظ أبو سليمان الخطابى
|
إصلاح غلط المحدثين
|
القاضى عياض
|
ومشارق الأنوار
|
الخطيب البغدادى
|
تلخيص المتشابه فى الرسم وحماية ما أشكل منه عن بوادر التصحيف
والوهم
|
ابن ماكولا
|
تهذيب مستمر الأوهام على ذوى المعرفة وأولى الأفهام
|
الذهبى
|
المشتبه
|
J. Sisi Lain Ilmu Tashif
Fokus kajian Tashif dan Tahrif ini
menunjukkan, secara tidak langsung, ketelitian dan begitu besarnya perhatian
pada ulama hadis terhadap hadis Nabi.[25]
[1] Mahmud at-Thahhan, Taisir Musthalah Hadits, (Beirut:
Dar al-Fikr, tt), hlm. 94-95.
[2] Muhammad Ajjaj Khathib, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa
Mushthalahuhu, (Beirut: Dar al-Fikr,
tt) hlm. 374.
[3] LIhat contoh dalam web http://www.ahlalhdeeth.cc/vb/showthread.php?t=74360
(Akses tanggal 29 Oktober 2011)
[4] Diambil dari web http://sport.flyarb.com/%D8%AE%D8%B7%D9%88%D8%B1%D8%A9-%D8%A7%D9%84%D8%AA%D8%B5%D8%AD%D9%8A%D9%81-%D9%88%D8%A7%D9%84%D8%AA%D8%AD%D8%B1%D9%8A%D9%81-168396.html
(akses tanggal 29 Oktober 2011)
[5] Diakses dalam web http://www.islamqa.com/ar/ref/100266
(akses tanggal 29 Oktober 2011)
[6] Lihat http://uqu.edu.sa/page/ar/60271 (Akses tanggal
29 Oltober 2011).
[7] Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2010) hlm. 41-42.
[8] Moh.Anwar, Ilmu Musthalah Hadits, (Surabaya:
Al-Ikhlas, 1981), hlm. 168-169.
[9] Lihat Mahmud at-Thahhan, Taisir Musthalah Hadits,
(Beirut: Dar al-Fikr, tt), hlm. 96.
[10] Diambil dari web http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=121012
(Akses tanggal 29 Oktoer 2011)
[11] Lihat web Diambil dari web http://www.alukah.net/Culture/0/453/
(Akses tanggal 29 Oktober 2011)
[12] Diambil dari web http://majles.alukah.net/showthread.php?p=130287#post130287
(akses tanggal 29 Oktober 2011)
[13] Diambil dari web http://www.ahlalhdeeth.cc/vb/showthread.php?t=74360
(Akses tanggal 29 Oktober 2011)
[14] Dikutip dari web http://uqu.edu.sa/page/ar/60271
(Akses tanggal 29 Oltober 2011)
[15] Seperti dikutip dalam web http://sites.google.com/site/esamanas/%D8%A7%D9%84%
D8%AA%D8%B5%D8%AD%D9%8A%D9%81%D9%81%D9%89%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB2-%D9%85%D9%82%D8%AA%D8%B7%D9%81%D9%85%
D9%86%D9%85%D9%82%D8%AF%D9%85%D8%A9%D8%AC%D8%A7%D9%85%D8%B9%D8%A7%D9%84%D8%A3%D8%AD%D8%A7%D8%AF%D9%8A
(Akses tanggal 29 Oktober 2011)
[16] Muhammad Ajjaj Khathib, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa
Mushthalahuhu, (Beirut: Dar al-Fikr,
tt) hlm. 373-374.
[17] Diambil dari web http://www.ahlalhdeeth.cc/vb/showthread.php?t=74360
(Akses tanggal 29 Oktober 2011)
[18] Lihat Al-Askariy,
Tashifat al-Muhadditsin, (Kairo: al-Mathba’ah al-Arabiyyah al-Haditsah,
1982)
[19] Mahmud at-Thahhan, Taisir Musthalah Hadits,
(Beirut: Dar al-Fikr, tt), hlm.96.
[20] Diambil dari web http://www.ahlalhdeeth.cc/vb/showthread.php?t=74360
(Akses tanggal 29 Oktober 2011)
[21] Maksud tashih at-tashif adalah membetulkan dengan
cara membenarkan pemberian titik yang benar atas satu atau beberapa huruf,
sedangkan dhabth at-tahrif adalah membenarkan kesalahan dari sisi pemberian
syakl. Istilah ini merujuk pada pendefinisian tashif dan tahrif
ala Ibnu Hajar al-Atsqalaniy.
[22] Diambil dari web Diambil dari web http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php? t=121012
(Akses tanggal 29 Oktoer 2011)
[23] LIhat Hasbi as-Shiddiqiey, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980) hlm. 160. Lihat Munzier Suparta, Ilmu Hadis,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2010) hlm. 41-42. Lihat juga Endang Soetari, Ilmu
Hadis, (Bandung: Amal Bakti Press, 1994) hlm. 215-216. Lihat juga Mahmud
at-Thahhan, Taisir Musthalah Hadits, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), hlm.96.
[24] Lihat dalam http://www.ahlalhdeeth.cc/vb/showthread.php?t=74360
(Akses tanggal 29 Oktober 2011).
[25] Muhammad Ajjaj Khathib, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa
Mushthalahuhu, (Beirut: Dar al-Fikr,
tt) hlm. 375.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar