Ada pola yang unik mengenai penyebutan kata taqwa di
dalam al-Qur’an. Ketika Nabi Adam dan Siti Hawa melanggar pantangan makan buah
Khuldi, seketika itu pula beliau berdua terlucuti pakaiannya. Dalam
ketelanjangan, Allah menurunkan mereka ke dunia sebagai tempat hidup, tempat
mati, dan tempat dibangkitkan dari kubur satu hari nanti. Setelah memberi
pengantar ini-itu tentang dunia, Allah kemudian berfirman: Ya Bani Adam, qad
anzalnaa alaikum libaasan yuwaari sau’aatiikum wa risya. Wa libas at-taqwa
dzalika huwa khair. Wahai anak-cucu Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat dan memperindah (diri)—di
antara pakaian-pakaian yang tersedia, ada yang bernama—pakaian takwa, itulah
yang lebih baik (untuk kalian kenakan). Libas at-Taqwa atau Pakaian
Takwa ini jelas bukan baju takwa yang dijual obral setiap menjelang Hari Raya
itu, melainkan ketakwaan yang dijadikan sebagai sandangan menutup aurat dan memperbagus
ruh jiwa manusia. Demikian yang terekam dalam surat al-A’raf ayat 26.
Kemudian surat al-Baqarah ayat 197 juga menyebutkan kata taqwa.
Di seputaran ayat ini membahas soal Haji dan Umrah. Disana ada beberapa penjelasan
mekanisme pelaksanaannya; pantangan-pantangan etis selama berhaji, seperti tidak
berkata cabul, berbuat fasik, atau bertengkar dengan sesama; lalu menyinggung
soal perbekalan haji: wa tazawwaduu fa inna khair az-zad at-taqwa. Berbekallah
kalian semua—siapkan perbekalan mulai dari uang, visa, tiket, makanan, pakaian,
dan segala macam, akan tetapi—sesungguhnya, sebaik-baik bekal (berhaji) adalah
takwa.
Dalam ibadah kurban, ibadah menyembelih kambing, sapi, atau
unta, di surat al-Hajj ayat 37 dan sebelumnya disebutkan tentang anjuran menyebut
nama Allah saat menyembelih hewan-hewan tersebut, dan berbagi (makanan) daging
kurban dengan orang lain. Setelah itu, Allah segera mengingatkan: lan yanal
Allaha luhumuha wa laa dimaa’uha wa lakin yanaluhu at-taqwa minkum. Bukan
daging-daging dan darah (hewan sembelihanmu) itu yang bisa mencapai keridhaan
Allah, melainkan ketakwaanmulah yang mampu mencapainya. Bukan zhahir daging hewanmu,
tapi takwa di balik daging yang kau persembahkan itu yang sejatinya menjadi kurban.
Ada juga ayat yang mengagumkan terkait dengan penegakan
keadilan. Itu terdapat dalam surat al-Maidah ayat 8. Isinya adalah perintah
Allah kepada orang beriman untuk menjadi pribadi yang senantiasa menegakkan
keadilan, dan sebuah pesan luhur: “Jangan sekali-kali kebencian kalian terhadap
suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil”. I’diluu huwa aqrabu
li at-taqwa. Berlakulah adil selalu, karena laku adil itu lebih dekat kepada
takwa. Lagi-lagi, takwa.
Surat at-Taubah ayat 107-109 juga melibatkan taqwa dalam
hal pembangunan masjid. Ada masjid-masjid yang output-nya justru malah menimbulkan
kemudharatan, kekufuran, dan memecah-belah kesatuan orang mukmin. Ini ironis,
aneh, konyol tapi memang terjadi dan ada di sekitar kita—bahkan al-Qur’an sudah
mewanti-wanti hal tersebut sejak dulu sekali. “Jangan sembahyang di masjid
seperti itu selamanya”, demikian pesan al-Qur’an, karena sebenarnya la
masjidun ussisa ala at-taqwa. Sesungguhnya masjid itu didirikan atas dasar
dan tujuan takwa, yang di dalam masjid itu berisi orang-orang yang suka
bersuci.
Allah juga menjadikan takwa sebagai tolak ukur kemuliaan
manusia. Inna akromakum indallahi atqaakum. Yang termulia dalam
pandangan Allah adalah siapa yang paling takwa di antara kalian. Ini ada dalam
surat al-Hujurat ayat 14 setelah sebelumnya menegaskan bahwa sesama muslim itu
bersaudara, jangan bermusuhan, jangan mengolok satu sama lain, jangan
menggunjing, jangan suka berprasangka. Allah menciptakan manusia laki-laki dan
perempuan, bersuku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal—dan ketahuilah—yang
termulia di antara kalian menurut Allah adalah mereka yang paling bertakwa.
Demikian beberapa bahan mentah tentang takwa: sebagai
pakaian yang sejati (libas at-taqwa), sebagai bekal terbaik (zad
at-taqwa), sebagai sesuatu yang bisa mencapai keridhaan Allah (dalam
berkurban), sebagai pelabuhan laku adil, dan sebagai pondasi paling pokok dalam
mendirikan masjid, dan sebagai standar kemuliaan manusia. Rasanya malah tambah
penasaran: “Apa sih sebenarnya takwa itu?”
Ayiko Musashi,
10 September 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar