“Bahtai, die… to set you free…”
Begitu teriak Abbas kepada Bahtai yang sedang dikepung. Tidak
hanya dikepung oleh sekumpulan anak laki-laki yang maniak bermain
perang-perangan. Bahtai juga dikepung oleh matinya tujuan dan pendidikan yang
sejati. Dikepung oleh keterpencilan. Dikepung oleh ketidakmengertian situasi.
Dikepung oleh suasana berpikir yang kering, acuh, kasar, dan tak peduli.
Bahtai ingin sekolah. Ia berharap, di sekolah ia akan
mendapatkan cerita-cerita yang lucu, seperti saat Abbas membacakan untuknya. Ia
berjalan. Berjuang untuk angannya yang menyenangkan soal sekolah. Tapi dunia
adalah dunia. Dunia bukanlah sepenuhnya dalam bayang dan kuasa manusia untuk merekanya.
Satu demi satu, Bahtai kecil yang lugu ini bertemu dengan kebalikan dari yang
semula diangankannya. Ia bertemu anak-anak yang beraksi bak Taliban atau
Amerika. Ia berjumpa dengan orang-orang dewasa yang hanya peduli soal kebutuhan
sendiri. Ia menemukan sekolah yang isi kelasnya adalah guru tape-recorder,
murid-murid yang lesu, tak berbinar matanya, dan ngantuk.
Bahtai, o Bahtai. Buku tulismu masih kosong belum kau
tulisi. Tapi dunia seakan bernafsu merenggutnya darimu. Mereka menyobeknya
untuk dimain-mainkan. Kau tak mengerti semuanya. Sampai kemudian bukumu hilang
dalam timbunan.
“Bahtai……..,
die…
to set you free….”
That’s the message, I think.
Ayiko Musashi,
15 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar