Pohon adalah tema pembicaraan yang sangat kaya. Penurunan
kualitas kehidupan di bumi hari ini sangat erat kaitannya dengan salah satunya
juga adalah pohon. Banyak pohon hilang, lantas air mengering di satu tempat,
dan meluap menjadi banjir di lainnya. Suhu bumi kian memanas, sebab daun tak
ada, karena pohonnya juga tiada. Padahal daun adalah penyeimbang terbesar
energi matahari. Ia ikut menjaga keseimbangan suhu bumi agar tetap dapat dihuni.
Takdir sejarah seakan menemukan momentum. Mesin-mesin di pabrik, mobil, atau
motor terus meniupkan karbon dioksida ke langit; sementara pohon-pohon di
hutan, di pinggir jalan, di halaman rumah terus ditebangi. Karbon dioksida massif
diproduksi, pohon yang justru bisa meng-convert racun karbon itu menjadi
oksigen malah dibabat habis. Ola!! It’s so perfecto!!
Sesungguhnya pohon, atau yang lebih luas lagi, tumbuhan dan tanaman
adalah misteri kehidupan. Jika tumbuhan tidak ada, makananpun lenyap, dan energi
tidak dapat diproduksi. Perhatikan gerak ganda kerja pohon. Ke bawah menghujam bumi,
akarnya menyerap air dan sumber makanan. Ke atas, menjaring sinar matahari
untuk berfotosintesis. Masa hidup pohon itu sendiri sejatinya adalah filosofi tentang
manfaat-manfaat. Buahnya boleh dimakan siapa saja, ia menjadi tempat berteduh yang
nyaman, dedaunannya yang hijau menjadi pemandangan yang indah dan menyejukkan, ia
menyeimbangkan panas bumi, mengubah racun (karbon dioksida) menjadi oksigen yang
sangat vital bagi nafas kehidupan manusia. Alur hidup yang luar biasa ini
akhirnya mempengaruhi kita dalam berbahasa. Banyak kosa-kata milik tumbuhan dipinjam
untuk menggambarkan sebuah nuansa proses, seperti istilah “tumbuh”, “bersemi”, “berkembang”,
atau “bercabang”. Pendeknya, pohon
menjadi sangat simbolik bagi manusia.
Tumbuhan menyerap energi dari atas (sinar matahari),
kemudian menghubungkannya dengan langit dan bumi, serta lingkungannya (melalui
manfaat-manfaat yang ia produksi). Demikianlah yang digambarkan al-Qur’an
mengenai peran nabi Muhammad. Beliau menerima risalah wahyu dari langit,
menghubungkan langit dengan bumi dan kehidupan manusia. Menggandeng manusia isra’
menuju cinta Allah. Perhatikan isyarat ini dalam surat al-Fath [48] ayat 29. Dalam
sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim, melalui Abdullah ibnu Umar, nabi Muhammad
menggambarkan bahwa hidup seorang muslim itu (idealnya) seperti pohon kurma. Di
Arab, kurma adalah pohon kehidupan. Buahnya manis menjadi energi. Dahan dan daunnya
dipakai sebagai atap. Batangnya dijadikan pilar yang menopang. Biji dan akar juga
turut menyumbangkan guna. Nilai kebermanfaatan inilah yang ingin Nabi citrakan
atas pribadi muslim. Penebar manfaat, penyemai maslahat, dan penabur rahmat.
Sedikit bergeser ke Nabi dan pohon. Nabi Adam jatuh ke bumi karena
memakan buah dari pohon Khuldi. Nama nabi Musa adalah nama gabungan antara “mu”
dan “sa” yang artinya adalah “pohon” dan “air”. Nama ini diberikan, karena Asiyah
(istri Fir’aun) menemukan beliau di pinggir sungai dekat sebuah pohon. Sejarah
masa kecil nabi Musa ini pararel dengan bagaimana kemudian Allah memanggilnya
bercakap-cakap. Di surat al-Qashash ayat 29-32 menceritakan sebuah momen ketika
Musa diseru oleh Allah dari arah pinggir lembah yang diberkati, dari sebatang
kayu. “Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam”. Lantas Allah memberitahu
nabi Musa tentang mukjizat di tongkatnya, dan di tangannya yang menjadi putih
bercahaya. Ayahanda nabi Yahya, yakni nabi Zakariya adalah seorang pencari kayu,
yang wafat terbunuh dengan digergaji tubuhnya saat beliau bersembunyi di dalam
batang sebuah pohon. Nabi Nuh diperintah
Allah untuk membuat kapal besar. Untuk tujuan ini, diduga kuat nabi Nuh tinggal
di daerah yang banyak pohon-pohonnya. Karena kapal raksasa yang mengangkut
segala manusia dan hewan itu pasti dibuat dengan jumlah kayu yang juga sangat
banyak, sehingga mustahil jika ini dibuat di daerah padang pasir.
Ada banyak keterkaitan antara pohon dengan para Nabi di atas.
Bahkan banyak tokoh dan agama yang memiliki hubungan erat dengan pohon. Sebut
saja, nenek moyang dulu yang menyembah pohon, lalu mereka dinamai penganut animisme-dinamisme.
Al-Uzza, salah satu dewa besar Arab di masa Jahiliyah, bernaung di pohon. Agama
Shinto di Jepang mengkeramatkan pohon yang dinamai Sakkaki. Siddharta mendapatkan
pencerahan di bawah pohon Bodhi. Beberapa juga menyebutkan pohon Asoka, yang
berarti “bebas dari rasa sedih” (a-: tanpa, soka: sedih). Orang
Kristen natalan juga ada atribut pohon cemara. Isaac Newton menemukan teori
gravitasi setelah mengamati pohon apel. Ada apel jatuh, “lho, kok ke bawah
jatuhnya?!” Eureka! Ketemulah teori gravitasi.
Demikianlah. Wallohu a’lam bis showab. Semoga di
kesempatan mendatang kita bisa sedikit meraba-raba pohon seperti apakah
Sidratul Muntaha itu. Kenapa pula di surat al-Waqi’ah, al-Qur’an menyebutkan
pohon pisang, padahal konteks al-Qur’an saat diturunkan adalah Arab yang
kering.
Ayiko Musashi,
Klaten, 11 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar