Membaca puisi Wiji Tukhul membuatku mudah menemukan
bukti-bukti bahwa aku ini adalah orang yang wajib bersyukur. Karena aku adalah
orang yang beruntung. Aku merasa kaya dimana-mana. Dalam ketubuhanku. Dalam
caraku berpikir. Pola dan gaya hidupku. Angan dan mimpi yang kumiliki. Keluarga
dan teman-teman karibku. Bagaimana tidak sangat kaya dan beruntungnya aku jika
bisa kutamatkan S-1, jika aku punya waktu luang ngobrol bercanda sambil
berdiskusi ini dan itu, jika aku bisa bicara tentang seni dan berkesenian,
berfilsafat, jika aku mampu mengunyah pecel, nyeruput kopi setiap pagi tanpa
diburu-buru jam kerja, atau apapun.
Ini adalah Indonesia. Tanah para tuan rumah yang tak berumah
dan terlunta-lunta. Mengingat nasib saudaraku yang dilecut kejam sistem
pemerintahan edan, aku tak ingin menurutkan diri menghamba pada kemegahan
modernitas yang berlandas pada uang, konsumsi, dan hal-hal aneh yang menjadi
kebutuhan primer.
Aku ingin terus menggali kekayaan diri di dalam sini. Akan kunyatakan
kemegahan dan keagungan jiwaku tidak dengan membeli segala diluar diri. Aku
akan terus belajar bersyukur. Meneladani ketabahan dan kemuliaan
saudara-saudaraku yang Wiji tuturkan di puisi.
Book’s fact:
Aku Ingin Jadi Peluru (Kumpulan Puisi)
Wiji Thukul
Indonesiatera, Magelang, 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar