Cinema Paradiso. Ini
adalah nama sebuah bioskop di Itali pada suatu era dimana televise belum
ditemukan. Mirip dengan tanggapan wayang atau ketoprak di Indonesia
sewaktu Tv belum masuk. Jadi setiap pemutaran s film selalu menjadi hajatan umum.
Artinya, nonton bareng-bareng di satu tempat. Bisa dibayangkan meriahnya saat
hiburan masih bersifat publik. Semua orang saling terhubung, bertemu, dan akrab
satu sama lain.
Ini sangat berbeda keadaannya ketika TV dan industri hiburan
di dalamnya telah mengubah jalur hiburan menjadi wilayah privat. Semua orang
tetap berada di rumahnya sendiri. Mereka menonton acara TV. Mungkin mereka
masih tertawa, tapi tawa itu tawa yang sepi karena kenyataannya setiap individu
adalah orang yang sendirian.
Kemajuan teknologi memang mendatangkan kemudahan. Orang tidak
perlu lagi antri beli tiket, berdesak-desakan, atau nge-dumel dalam hati
karena teman di sebelahnya rame sendiri sewaktu film diputar. Maka demi
kepuasaan dan privasi, terciptalah televise. Bioskop yang bisa dimiliki setiap
orang. Tapi apa yang terjadi? Ada kehangatan dan kebersamaan yang memudar. Di
era inilah kita terjebak. Kita rindu akan kehangatan berada di tengah banyak
orang, tapi apa lacur semua kita telah terkunci di rumah, dan merasa tolol
sendiri.
Cinema Paradiso juga bercerita tentang tokoh Salvatore atau
yang lebih akrab diapanggil Toto; dari mulai masa kecilnya yang mbeling,
dewasa berkenalan dengan cinta (Elena), dan masa tua yang lebih kontemplatif. Toto
sangat menyayangi Alfredo, seorang tukang putar film di bioskop Cinema
Paradiso, karena hanya Alfredo yang sering menemani Toto.
Kebersamaannya dengan Alfredo menumbuhkan minat Toto pada profesi
yang dijalani Alfredo. Ia selalu mencari-cari kesempatan dan memaksa Alfredo
untuk mengajarinya memutar film. Sekian lama ia berusaha dan memang berhasil,
tapi Alfredo berpesan “Kamu tidak selayaknya disini, Toto. Kamu bisa
melakukan sesuatu yang lebih penting dari pada ini”.
Pesan dan harapan inilah yang bisa Alfredo berikan kepada
Toto sebelum ia meninggal. Alfredo ingin Toto menjadi bintang film, bukan
seorang pemutar film di bioskop seperti dirinya. Karena pekerjaan seperti itu
hanyalah untuk orang bodoh, menurut Alfredo.
Cerita kemudian sampai ketika Toto harus berpisah dengan
Elena. Mereka berjanji melakukan pertemuan terakhir. Sayangnya, mereka berdua
tak memiliki momentum. Mereka gagal bertemu. Tapi Alfredo punya puzzle yang
ia dapat dari Elena yang seharusnya disampaikannya kepada Toto. Itu tidak
terjadi karena Alfredo ingin Toto lebih focus di dunia film, dan tidak
terganggu oleh sekedar patah hati karena cinta.
Akhirnya Toto pergi meninggalkan Italia. Ia sukses, dan
kemudian datang kabar Alfredo nmeninggal. Toto kembali ke Italia, dan bersamaan
dengan kepulangannya itulah Toto memaknai kembali tempat ia lahir dan tumbuh
dewasa. Ia mulai memahami ibunya dengan lebih baik. Sikap hati yang lebih
tertata kepada Elena. Dan segala hal yang menjadi bagian cerita Cinema
Paradiso.
Pada akhirnya, film Cinema Paradiso adalah cerita yang kaya.
Sebuah biografi yang hidup. Gambaran masyarakat yang hangat. Kisah cinta yang hiyaa.
Potongan kehidupan yang lucu. Kebijaksanaan. Atau apapun saja yang bisa membuat
kita berkaca pada kehidupan. Salut.
241009
Ayiko Musashi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar