Hidup adalah peperangan itu sendiri. Tidak boleh ada
perasaan.
Begitulah yang kuresapi dari kisah epik Cina ini. Sebuah kisah
kepahlawanan, cinta yang sedemikian dalam dan sunyi, serta sebuah pengorbanan
demi sebuah cita-cita agung akan perdamaian.
Hidup yang damai mengarang ceritanya sendiri, dan di sini,
Mulan, sang jendral perempuan—sekaligus nama dari film ini—menjadi akar dari sebuah
pohon yang akan melahirkan buah manis kehidupan damai.
Keberanian dan totalitas pengabdian Mulan sudah tidak perlu
dipertanyakan. Ia abdikan hidupnya untuk bangsa dan prajuritnya.
Ia sudah berikan segala yang ia bisa berikan. Dimulai dari peran
menggantikan kewajiban perang sang ayah. Ia pergi menyamar menjadi prajurit
lelaki. Lika-liku ia temui, hingga ia diangkat menjadi Jendral. Maju ke medan
lagu. Berada di barisan terdepan menghadang musuh bersama pasukannya yang bersedia
mati untuknya.
Perang demi perang ia tuntaskan. Nyawa prajurit yang
meregang, musuh yang terbunuh, dan kehilangan orang tersayang sudah menggurati hidupnya.
Ambang keputus asaan tak jua membuatnya kehilangan arang. Ia masih juga
berjuang.
Hingga usai perang dan berganti kedamaian, semua bangsanya
berbangga akan Mulan. Kehidupan yang damai mulai dirayakan. Mulan pulang ke
kampung halaman untuk sekali lagi mengabdikan dirinya merawat sang ayah.
Ada sesuatu yang mungkin bergemuruh di hati Mulan. Karena
jeda antara usai perang dan kembali ke kampung halaman masih saja ia berkorban.
Cintanya kepada Wentai[1] haruslah
menjadi cinta yang sunyi. Mulan, bagaimanapun demi kedamaian bangsanya dan suku
Rouran, harus tegar menyaksikan sang kekasih hati (Wentai) menikah dengan putri
suku Rouran.[2]
Mulan tahu dirinya mencintai Wentai, juga Wentai yang
benar-benar mencintai Mulan. Keduanya tetap seperti dalam pertempuran. Tidak
boleh ada perasaan. Seolah masing-masing tahu bahwa ego dan kepentingan pribadi
haruslah dikorbankan demi lahir dan langgengnya cita-cita perdamaian yang
agung.
Mulan (dan Wentai) juga adalah martir kehidupan. Manusia yang
begitu total dan tulus menghayati peran kehidupan. Laku yang mungkin menaikkan
derajat manusiawi menjadi adi-manusiawi. Salut.
Ayiko Musashi,
18 Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar