Berbicara tentang sejarah teks Arab yang menjadi bahan utama
pengolahan seni kaligrafi, beberapa sumber yang bisa kurujuk sampai hari
adalah:
Dari Teks Klasik Sampai Ke
Kaligrafi Arab
C. Israr
Jakarta: Yayasan Masagung, 1985
Buku ini memiliki data yang cukup bagus dalam menguraikan
sejarah huruf Arab; mulai dari pembagian system penulisan pictogram dan
ideogram; kemudian merunut silsilah huruf Arab dari Hierogliph Mesir, kemudian
Phunisia yang melahirkan sistemn alfabet, lalu turun kepada Arami dan Musnad,
dan lebih dekat kepada perkembangan bentu yang sudah lebih mirip dengan apa
yang kita ketahui saat ini.
Poin plus yang lain adalah penekanan yang diberikan oleh C.
Israr ketika membicarakan Mushaf Al-Qur’an yang ternyata benar-benar harus
dihayati perjalanan sejarahnya yang cukup panjang. Rentang waktu yang
diperlukan dalam kodifikasi al-Qur’an berjalan selama hamper 25 tahun atau
setengah abad, sebelum kemudian sampai kepada kita seeprti saat ini. Rinciannya
adalah sebagai berikut:
Pada masa Abu Bakar berlangsung selama :
2,5 tahun masa jabatan
Pada masa Umar bin Khattab selama : 10 tahun masa jabatan
Pada masa Usman bin Affan selama : 12 tahun masa jabatan
Perhitungan ini tentu saja belum mencakup usaha
penyempurnaannya yang dimulai pada periode kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
dengan memberikan tanda diakritis yang di-handle oleh sang maestro
gramatika Arab, Abul Aswad ad-Du’ali.
Menyusul kemudian sejarah pembuatan Tasykil pada
periode Dinasti Umayyah yang dipimpin oleh seorang gubernur bawahan Abdul Malik
bin Marwan bernama Al-Hajjaj ibn Yusuf al-Tsaqafi dengan mempercayakan proyek
tersebut pada dua murid Abul Aswad ad-Dua’li, yakni NAshr ibn ‘Ashim dan Yahya
ibn Ya’mur. Dan kemudian dipungkasi oleh Al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi.
Sekali lagi, ini bukanlah titik final. Karena ceritanya
masih bergulir panjang lagi ke belakang ketika membicarakan usaha
penyempurnaan-penyempurnaan dan ornamentasi mushaf, mulai dari pemberian tanda
waqaf, penghitungan ayat, percetakannya, hingga dekorasi di dalamnya. Luar
biasa! Sejarah panjang ini yang menurutku perlu dihayati dan akan dimaknai
sebagai apa bagi kita yang saat ini hidup, tinggal enak, terima jadi, dan tiba-tiba
menjadi pewaris usaha yang tekun dan penuh kesungguhan para pendahulu kita tadi.
Apa makna sejarah ini bagi kita? Sense of historiae dari diriku perlu diasah
dan dihidupkan lagi, kupikir.
Hal menarik yang lain adalah cetusan ide yang tertangkap
olehku tentang bagaimana tulisan atau lebih tepatnya kemampuan literer
(literasi) pada awalnya adalah suatu medium yang digunakan terbatas untuk
hal-hal yang agung, dan karenanya pula distribusi pemakaiannya lebih sering
berputar di kalangan agamawan atau kerajaan saja. Aku pikir, saat bahasa Lisan
masih dominant, literasi adalah suatu kemampuan yang sangat eksklusif dan
berlaku seperti harta oligarkis. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah petikan
yang mendeskripsikan hal tersebut:
“Pada zaman
dahulu, kepandaian menulis dan membaca adalah milik khusus bagi golongan
tertentu yang tidak boleh diajarkan kepada setiap orang. Tidak saja pada bangsa
Mesir Purba, tetapi juga pada bangsa lainnya seperti Hindu, kepandaian
tulis-baca hanya dimiliki oleh para pendeta dari Kasta Brahma” (hal. 22)
Hal ini cukup berbeda dengan yang terjadi dalam sejarah
Islam. Literasi memang hal yang baru bagi masyarakat Arab yang saat itu kental
dengan budaya dan bahasa Lisan. Kemampuan baca-tulis lebih diorientasikan
kepada penulisan al-Qur’an. Yap. Ini masih mengindikasikan bahwa tulisan adalah
medium untuk mengungkapkan sesuatu yang agung. Akan tetapi sifat literasi di
dalam sejarah Islam tidak berlaku eksklusif. Terbukti dari catatan sejarah
bagaimana Nabi Muhammad, seseorang yang ummi, malah terus mendorong
umatnya agar belajar tulis-baca. Ini dijalankan melalui baik
kebijakan-kebijakan yang beliau ambil, maupun dari motivasi agama (al-Qur’an)
yang secara terang menyebut aktifitas tulis-menulis serta elemen-elemen yang
terkait dengannya, seperti pena, tinta, dan kertas. [Baca buku Ilham Khoiri dan
artikel Sirojuddin A.R yang berjudul…. Untuk keterangan lebih lengkap]
To be continued…
Ayiko Musashi. 09:27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar